Pages

Labels

Ahmed Huzaini. Powered by Blogger.

Saturday, September 6, 2014

KRITERIA GURU IDEAL

Guru dalam istilah asing memiliki istilah yang berbeda, diantaranya; ustadz, muallim, mudarris(Arab), sensei(Jepang), teacher(Inggris). Namun semua itu secara umum ditujukan pada orang yang mengajar dan mendidik. Jika dipandang dari konteks jabatan, guru hanya memiliki makna terbatas bagi mereka yang mendidik di lembaga pendidikan formal. Jika ditinjau dari sudut pandang masyarakat, Negara dan Agama, profesi guru merupakan pekerjaan luhur dan mulia, sehingga guru dalam pandangan masyarakat mendapat gelar “pahlawan tanpa jasa” berkenaan dengan ugasnya yang luhur dan mulia. Disebut “pahlawan” karena tugas guru mempersiapkan generasi mendatang dan berkualitas. Disebut “tanpa jasa” karena guru melaksanakan tugasnya dengan penuh kesungguhan dan tanpa pamrih. Walaupun guru mendapat gaji, tetap tidak seimbang dengan tugasnya yang berat dan berisiko.
            Menjadi berat dikarenakan seorang guru harus membina tiga aspek kepribadian anak didiknya yang meliputi aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Dalam membna tiga kepribadian ini bukanlah pekerjaan mudah dan membutuhkan waktu lama serta keakhlian khusus. Berisiko dikarenakan jika dalam membina tiga aspek ini tidak berhasil, khususnya pengembangan aspek Afektif, maka anak didik akan menjadi liar dan desdruktif, karena dalam pribadi anak kosong dari nilai-nilai moral,etika dan Agama, seperti banyak terjadi pada para pelajar akhir-akhir ini.
            Dalam kacamata Islam kedudukan guru sangatlah istimewa sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw; yang artinya : “sesungguhnya Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw dan para malaikat-Nya, seluruh makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dan di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bersholawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia”(HR. Tirmidzi). Tingginya kedudukan guru dalam Islam tidak bias dilepakan dari pandangan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari Allah Swt, lantaran ilmu berasal dari Allah, maka guru pertama dalah Allah. Pandangan ini melahirkan sikap pada orang muslim, bahwa ilmu tidak terpisah dari Allah, dan ilmu tidak terpisah dari guru. Dengan demikian, kedudukan guru amat tinggi dalam Islam. Alasan lain mengapa guru mendapat kedudukan mulia dalam Islam terkait dengan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim. Proses menuntut ilmu berlangsung dibawah bimbingan guru, tanpa peran guru peserta didik sepertinya agak sulit untuk memperoleh ilmu dengan baik dan benar.
            Kedudukan guru yang istimewa dalam islam berimbang dengan tugas dan tanggung jawabnya yang tidak ringan. Seorang guru bukan hanya sekedar sebagai tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik, guru berkewajiban mewujudkan tujuan pendidikan islam, yaitu mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar menjadi muslim yang sempurna. untuk mencapai tujuan ini guru harus berupaya melalui beragam cara seperti mengajar, melatih, membiasakan member contoh, memberi dorongan, memuji, menghukum, dan mendo’akan.
            Sosok guru memiliki peran strategis dalam proses pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Suatu kebijakan pendidikan yang ideal hanya akan menjadi slogan belaka tanpa keterlibatan guru, karena guru merupakan ujung tombak pelaksanaan berbagai konsep dan kebijakan pendidikan. Pertanyaanya, bagaimana sebuah pesantren menyikapi calon guru? Di pesanten tradisional misalnya, mendidik calon guru melalui pola pendekatan Takhassus, kaderisasi, dan ijazah. Para santri senior biasanya dididik secara khusus untuk menguasai kitab-kitab klasik tingkat lanjut (Kitab Kuning) di samping itu mereka juga dilatih ‘magang’ untuk mendidik para santri junior. Setelah dipandang layak, kiai memberikan izin dan kewenangan kepada para santri senior untuk mengajarkan ilmu yang telah mereka dapat pada orang lain.
            kriteria utama calon guru ala pesantren tradisional di tekankan pada aspek akademik (penguasaan kitab-kitab klasik tingkat tinggi) dan kepribadian yang mantap dibawah pantauan dan bimbingan langsung kiai, namun aspek keterampilan mengajar belum mendapat perhatian penuh, tidak ada batasan waktu berapa lama seorang santri telah dipandang layak menjadi guru, tergantung kemampuan individu dan restu kiai.
            Kalau di pesantren modern sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pesantren tradisional, hanya saja pesanren modern menekankan pada tiga aspek; penguasaan bahasa, pengetahuan umum, dan keterampilan mengajar. Ketiga aspek ini terdiri dari dua bagian; teori dan praktek. Bagian teori meliputi pedagogi, didaktik, dan metodik. Sedangkan bagian praktek, meliputi dua tahap; tahap persiapan, dengan cara mengajar di kelas kosong, dan tahap sesungguhnya dengan cara mengajar di kelas-kelas yata di bawah pengawasan guru senior. sebelum praktek mengajar dimulai dilakukan brbagai persiapan seperti latihan menulis, menggambar di papan tulis, dan latihan berbicara didepan murid.
            Banyak cara yang dilakukan lembaga pendidikan formal ataupun nonformal dalam menyiapkan calon guru, namun ada empat asumsi tipe guru ideal yang diharapkan dunia pendidikan, yaitu; pertama, guru yang memiliki kepribadian utama. Kedua, guru yang mampu mengajar dengan metode penyampaian yang baik. Ketiga, guru yang mampu membangun interaksi positif dengan murid di kelas. Keempat, guru yang memiliki kinerja yang menggambarkan bahwa dia memiliki kemampuan mendidik yang diukur melalui penguasaan materi, metode, media, dan kriteria lainnya.

            Banyak cara untuk mencapai citra guru ideal, misalnya pola pendidikan calon guru, penempatan dan pembinaan guru, serta jaminan kesejahteraan guru. Dari sekian cara tersebut, pendidikan calon guru memiliki peran penting sebagai langkah awal dalam menyiapkan calon guru. Dengan demikian,  pembentukan calon guru berkualitas harus diawali upaya penyelenggaraan pendidikan calon guru berkualitas pula, demi terlaksananya tujuan yang hendak dicapai dunia pendidikan.

0 comments:

Post a Comment